Home | Panduan Pengguna | Panduan Pemeliharaan | Halaman Kontak |
Daftar Isi : Panduan Pemeliharaan | Mengelola User | Mengelola Org. Unit | Mengelola Data Element | Mengelola Data Set | Mengelola Indikator | Mengelola Program | Pengembangan Kapasitas |
Dalam rangka peningkatan kualitas sistem surveilans penyakit zoonotik di Indonesia, Subdirektorat Penyakit Zoonotik mengembangkan dan mengimplementasikan sistem surveilans elektronik yang terintegrasi baik untuk manusia maupun hewan. Untuk mempertahankan kualitas data, diperlukan alur kerja yang mulus dan terintegrasi, dilandasi dengan pemahaman dan kompetensi penggunaan sistem dari seluruh komponen pendukung sistem surveilans ini. Meskipun sistem dikembangkan di pusat, sistem ini akan melibatkan petugas lapangan di tingkat layanan kesehatan baik untuk manajemen data dan pelaporan data sebagai lini pertama. Petugas di tingkat kabupaten/kota akan bertanggung jawab dalam supervisi data dan perencanaan dan implementasi program.
Pada saat yang bersamaan dengan sistem surveilans zoonosis direncanakan dan dikembangkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak pandemi COVID-19. Situasi ini menyebabkan berbagai tantangan dan kesempatan dalam peningkatan kualitas data dan sistem surveilans zoonosis. Tantangan tersebut di antaranya adalah terbatasnya pertemuan, perkumpulan, maupun kunjungan perjalanan dinas yang sering kali menjadi komponen penting dalam peningkatan kapasitas di program kesehatan. Meskipun demikian, terdapat kesempatan pengembangan kapasitas yang lebih menyeluruh dengan pendekatan-pendekatan baru, yang akan dirangkum dalam petunjuk pengembangan kapasitas ini. Situasi ini juga menjadi pengingat bagi seluruh pemangku kebijakan bahwa semua sistem yang resilien memerlukan rencana mitigasi krisis.
Dokumen ini bertujuan untuk:
The capacity building process itself will involve ministry of health, health office and health care facility.
Proses peningkatan kapasitas secara inti melibatkan implementor yaitu Subdirektorat Penyakit Zoonosis di tingkat pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dan layanan kesehatan seperti Puskesmas. Beberapa komponen lain yang terkait dan perlu memahami Sistem Surveilans Zoonosis di antaranya adalah unit lain di Kementerian Kesehatan seperti Pusat Data dan Informasi, dan lain-lain di Tabel 1.
Tabel 1. Pemangku Kebijakan dalam Perencanaan dan Implementasi Sistem Surveilans Zoonosis
No | Unit |
1 | Subdirektorat Zoonosis |
2 | Pusdatin Kementerian Kesehatan |
3 | Surveilans dan Karantina Kesehatan (SKK) |
4 | Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas |
5 | Pengembang SIZE (FAO, USAID dan BPPT) |
Pengembangan kapasitas Sistem Surveilans Zoonosis menggunakan dua strategi sebagai berikut:
Sistem Surveilans Zoonosis didesain untuk mencatat dan melaporkan data dari fasilitas kesehatan sampai ke tingkat nasional. Setiap tingkatan memiliki kebutuhan dan otoritas manajemen data yang berbeda, sehingga kompetensi untuk peningkatan kapasitas dikategorisasikan sesuai dengan kebutuhan dan otoritas ini. Berdasarkan analisis situasi, setidaknya diperlukan 3 kelompok besar berdasarkan kelompok kompetensi (Tabel 2).
Tabel 2. Jenis Kompetensi berdasarkan Kelompok Kompetensinya
Kelompok Kompetensi dan Jenis Kompetensi | Kompetensi Dasar | Kompetensi Tingkat Lanjutan | Kompetensi Teknis |
Dashboard | V | V | |
Pengumpulan data menggunakan Data Entry, Capture App dan Mobile App (DHIS2 Capture Android App) | V | V | |
Analisis Data menggunakan Event Visualizer, Event Reports, Pivot Table, Data Visualizer dan Maps | V | V | |
Analisa Kualitas Data | V | V | |
Modul lain: Cache Cleaning, WHO Metadata Browser, Bulk Load App | V | V | |
Manajemen Metadata Organization Unit, Data Element, Indicators, Data Set, Proogram, User Management | V | ||
Pemeliharaan server, Update Aplikasi DHIS2, Backup Database, Keamanan Aplikasi | V |
Tabel 3. Tingkat Kompetensi yang Dibutuhkan Tiap Unit
No | Unit | Kompetensi Dasar | Kompetensi Tingkat Lanjutan | Kompetensi Teknis |
1 | Subdirektorat Zoonosis | V | V | V |
2 | Pusdatin Kementerian Kesehatan | V | V | V |
3 | Surveilans dan Karantina Kesehatan (SKK) | V | ||
4 | Dinas Kesehatan Provinsi | V | V | |
5 | Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas | V | ||
5 | Pengembang SIZE (FAO, USAID dan BPPT) | V |
Metode pelatihan daring masih merupakan hal yang baru dalam pengelolaan pelatihan sektor publik di Indonesia. Oleh sebab itu, metode yang dipaparkan di sini disusun berdasarkan pengalaman pelatihan dan implementasi dengan Subdirektorat lain selama pandemi, dan terutama dari pengalaman dan masukan pelatihan Sistem Surveilans Zoonosis untuk Subdirektorat Zoonosis dan 4 Dinas Kesehatan Provinsi yang dilaksanakan pada bulan Januari 2021.
Untuk pelatihan daring angkatan berikutnya, yaitu untuk tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas dan area perluasan implementasi Sistem Surveilans Zoonosis, kami merekomendasikan strategi pelatihan daring sebagai berikut:
1. Pemanfaatan platform yang sudah familiar/biasa digunakan secara lokal
Selama pandemi, staf Kementerian Kesehatan di berbagai level telah terpapar dengan platform-platform baik baru maupun lama seperti Whatsapp dan Zoom. Salah satu rekomendasi adalah untuk menggunakan platform-platform yang telah fasih atau biasa digunakan oleh staf untuk mengurangi kemungkinan hambatan teknis. Platform khusus pelatihan (LMS) seperti Moodle, openedX, dan sebagainya berpotensi digunakan namun dari pengalaman, dapat menambah kompleksitas dalam pembelajaran.
Tabel 4. Contoh Pemanfaatan dan Kombinasi Platform untuk Pelatihan Daring
Zoom | |
Komunikasi dan interaksi
|
Pelaksanaan sesi langsung (live session) Kunci pelaksanaan:
|
Google Drive | |
|
2. Implementasi, evaluasi, dan modifikasi cepat
Situasi pandemi menyebabkan banyak perubahan diperlukan dalam praktik pelatihan. Belum banyak bukti keberhasilan maupun dokumentasi proses pelatihan efektif terutama untuk pelatihan berbasis keterampilan seperti sistem surveilans. Oleh sebab itu, pada periode awal ini, penting bagi penyelenggara pelatihan untuk responsif dan fleksibel dalam penyelenggaraan pelatihan.
Pelatihan dapat direncanakan sesuai dengan bukti, pengalaman, dan literatur yang tersedia. Rencana pelaksanaan dilengkapi dengan metode monitoring sebagai berikut:
3. Memaksimalkan kesempatan untuk praktek
Peserta akan lebih berhasil mengakuisisi keterampilan melalui praktek dan pengulangan. Oleh sebab itu dengan sumber daya yang ada, penyelenggara perlu memastikan bahwa peserta memiliki sebanyak mungkin kesempatan untuk berlatih dan mempraktekkan ilmu yang diperoleh untuk memastikan retensi keterampilan.
Berikut beberapa channel yang dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan kesempatan praktek:
4. Transfer pengetahuan menerus tidak terbatas sesi langsung
Peserta diajak untuk terlibat aktif dalam berbagai fase pengembangan dan implementasi sistem surveilans sehingga peserta mengikuti perkembangan dan proses terbentuknya sistem surveilans yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Pada saat pertemuan dan aktivitas-aktivitas ini, peserta mendapatkan akses langsung ke penyelenggara. Di sinilah proses belajar berlangsung tanpa peserta merasa terbebani untuk belajar.